Firman Allah dalam al-Qur’an :
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
”Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) terhadap
apa-apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”. (al-An’am
: 132)
إِنَّ مَا تُوعَدُونَ لَآتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ
“Sesungguhnya
apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang, dan kamu sekali-kali tidak sanggup
menolaknya.” (al-An’am : 134)
Telah menjadi aksioma, bahwa setiap hasil
adalah buah usaha. Usaha adalah kerja untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan kata lain, tidak akan ada hasil tanpa adanya usaha. “There is no gain
without pain”.
Tampaknya aksioma tadi telah mengisi alam
pikiran setiap manusia dimanapun sehingga menjadi tabu untuk dikemukakan.
Namun tidak demikian halnya bagi orang
mu’min. Hal ini perlu analisa yang mendalam. Aksioma tersebut harus
dikaitkannya dengan kepercayaan, bahwa pada akhirnya setiap usaha (effort)
menuju kepada yang dikehendaki Tuhan. “Man poses God disposes”.
Tentu saja, kita tidak boleh berprasangka
terlalu cepat bahwa Islam menghendaki kepasrahan pasif umatnya terhadap Sang
nasib. Pemikiran ini memerlukan variasi dan timbang padu yang jernih dan
mendalam. “Kita berusaha, Tuhan yang menentukan”. Aksioma ini bisa
diputarbalikkan menjadi “Tuhan akan menentukan setelah kita berusaha”.
Menarik inti arti dari analisa tadi,
dapat ditarik kesimpulan, bahwa tugas manusia adalah berusaha. Usaha adalah kerja.
Kerja memerlukan keterampilan, keahlian dan kemuan. Kerja perlu militansi.
Makin kuat militansi seseorang, makin banyak yang ia kerjakan. Sedangkan,
faktor utama penumbuhan militansi adalah kepercayaan kepada diri sendiri. Yang
perlu kita kaji adalah bagaimana menumbuhkan kepercayaan kepada kekuatan diri
sendiri, terlepas dari kekhawatiran, ketakutan dan ketergantungan yang pasif, berbagai
jalan ditempuh manusia untuk itu.
Bagi orang mu’min, jalan kearah sana
telah membentang. Kepercayaan kepada diri sendiri akan tumbuh subur jika kita
yakin sepenuhnya bahwa kita hanya boleh bergantung aktif kepada-Nya. Hanya
Allah yang patut disembah, dimintai pertolongan dan Dia akan menentukan
segala-galanya. Dengan keyakinan-keyakinan yang mendalam akan kekuatan dan
pertolongan-Nya, kita percaya akan mampu menaklukan atau setidaknya
menyeimbangi alam sebagai makhluk Tuhan. Sebagai manusia yang dianugrahi akal
pikiran, keyakinan itu kita tumbuhkan dalam alam pikiran yang rasionil. Dari
itu semua, akan menjadi militansi yang kuat dan wajar.
Militansi
yang kuat dan wajar menumbuhkan kerja yang banyak, wajar dan efektif. Semua itu
tercermin dalam usaha yang sungguh-sungguh. Dengan demikian, sesuai dengan
janjinya peruntungan kita akan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, akan
dapat mengecap kelezatan iman yang kita dambakan. Perpaduan yang berimbang
antara kepasrahan aktif dengan kerja nyata, akan berdominan dalam diri kita. Kita
menekuni apa yang sedang kita kerjakan dengan antusias dan perhitungan yang
cermat sambil mengharapkan hasil yang memuaskan, di lain pihak kita pun
menyediakan diri untuk berpasrah, jika hasil yang telah kita perhitungkan
berlainan dengan apa yang diharapkan atau nol bahkan negatif.
Tidak jarang manusia yang putus asa karena
kegagalan yang dialaminya, dia meratap, merenungi dan tidak bersemangat untuk
bangkit kembali menaiki tangga kehidupan. Hal demikian timbul sebagai akibat,
pada saat dia menaiki tangga demi tangga cita-citanya, pandangan dan
perasaannya telah berada di puncak yang ingin ia capai. Sementara itu,
titik-tittik yang diinjaknya kurang mendapat perhatian yang tekun dan cermat.
Keadaan seperti itu tidak akan terjadi jika
setiap perilaku dalam usaha yang sedang kita lakukan dikerjakan dengan ikhlas
dan sabar. Dengan bekerja, berarti kita telah menjalankan satu dari sekian
kewajiban yang dibebankan.
Hasil yang pertama diperoleh adalah ketenangan
jiwa, karena kita telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri,
keluarga, masyarakat, agama, negara atau siapa saja. Kelezatan yang diperoleh
itu akan lebih komplit lagi, jika apa yang telah kita kerjakan ternyata berbuah
hasil yang memang kita harapkan semula.
Tuhan telah memberikan pedoman dan contoh-contoh
itu melalui rasulnya Nabi Muhammad saw. Segalanya telah dipertunjukkan kepada
kita semua. Kenyataan pahit, kerja yang sungguh-sungguh, militansi yang kuat,
kegagalan usaha, keberhasilan, dialami beliau lengkap dengan cara
menghadapinya.
Kita wajib meneladaninya hingga mampu memadukan
dengan timbangan yang sejajar antara iman dan amal. Itulah Ikhsan.
Tidak ada komentar: