Oleh : Zul
Irfan Hasly
1) أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ذَكَرَ الْمَجُوسَ. فَقَالَ: مَا أَدْرِي كَيْفَ أَصْنَعُ فِي أَمْرِهِمْ. فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ: أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: سُنُّوا بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ
Artinya:
“... Bahwasanya ‘Umar Bin Khatthab menyebut tentang kaum majusi, lalu ia
bertanya : Aku tidak mengetahui bagaimana cara aku berbuat terhadap urusan
mereka (majusi)? kemudian Abdurrahman Bin Auf menjawab: Aku bersaksi, sungguh
aku telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: Perlakukanlah mereka (majusi)
(sabagaimana) perlakuan terhadap ahlul kitab (yahudi dan nasrani).
2)
....سُنُّوا
بِالْمَجُوسِ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ....
Artinya
: ... Perlakukanlah kaum majusi (sabagaimana) perlakuan terhadap ahlul kitab
(yahudi dan nasrani)...
Keterangan:
Dalam sebuah ceramah yang berbentuk MP3 berjudul “Telaah Kritis GPK
(Gerakan Pembaharuan Keagamaan)” antara Dr. Daud Rasyid dan Nur Khalish Majid
(semoga Allah mengampuninya), disebutkan hadits yang berlafadz "سُنُّوا
بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ" untuk membolehkan menikahi wanita musyrik dan mengkonsumsi
sembelihan musyrik sebagaimana bolehnya menikahi wanita dan mengkonsumsi
sembelihan ahlul kitab (yahudi dan nasrani).
PENJELASAN
A. Takhrij Hadits
Hadits pertama tersebut di riwayatkan oleh: (1)
Imam Malik dalam kitab Al-Muwattha’ Bab. Jizyah ahlil kitab Al-Majuus No. 616,
(2) Imam Al-Bazzar dalam Musnad Al-Bazzar (Al-Bahruz Zakhkhaar) Jil.3 No. 1054
Hal. 264, (3) Imam Al-Baihaqiy dalam As-Sunan As-Sughra Bab. Al-Jizyah No.
3742, (4) Imam Al-Baghawiy dalam kitab Syarhus Sunnah Jil. 11 No. 2751, (5)
Imam Al-Qosim Bin Salaam dalam kitab Al-Amwaal-No. 78, (6) Imam Asy-Syafi’iy
dalam Musnad Asy-Syafi’i “Min kitabil jizyah” No. 1008, (7) Imam Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushannaf Ibni Abiy Syaibah Bab. Maa qoluu fiil Majuus takuunu
‘alaihim jizyah No. 33318, (8) Imam Abdur Razaq Ash Shan’aniy dalam Musnad
Abdir Razaq Bab. Akhzu jizyah minAl-majuus? No. 10025.
Hadits kedua di atas di riwayatkan oleh Imam
At-Thabraniy dalam kitabnya Al-Mu’jam Al-Kabir Jilid 14 Hal. 373 No. 16404,
selain Thabrani ada juga di dalam kitab Nailul Authar, Subulus Salam, Mujamma’
Az-Zawaid, Jaami’ul Ushul, Ma’rifatush Shahabah dan Al-Ishabah Fii Tamyizish
Shahabah, namun semua pengarang kitab tersebut mengutip dari Imam At Thabraniy.
B. Sanad Hadits
Susunan sanad-sanad hadits No. 1, sebagai berikut:
1. Imam Malik Bin Anas - Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya
(Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) - ’Umar Bin Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf -
Nabi SAW.
2. Imam Al-Bazzar - ‘Amr Bin Aliy Al-Fallas - Abu Aliy Al-Hanafiy
(Ubaidillah Bin Abdul Majid) - Malik Bin Anas - Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy
- Bapaknya (Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) - Kakeknya (Aliy Bin Al-Husein Bin Aliy
Bin Abi Tholib) - ‘Umar Bin Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf - Nabi SAW.
3. Imam Al-Baihaqiy - Abu Zakaria Bin Abi Ishaq (Yahya Bin Ibrahim
Bin Muhammad As-Sakhtawiy) - Abul ‘Abbas Al-Ashumm (Muhammad Bin Ya’qub An-Nisaburiy)
- Ar-Rabi’ Bin Sulaiman Al-Muradiy - Imam As-Syafi’iy - Malik Bin Anas - Ja’far
Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) -’Umar Bin
Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf - Nabi SAW.
4. Imam Al-Baghawiy - Abul Hasan As-Siroziy (Muhammad Bin Muhammad
As-Sarokhsiy) - Zahir Bin Ahmad As-Sarokhsiy - Abu Ishaq Al-Hasyimiy (Ibrahim
Bin Abdus Shamad Al-Hasyimiy) - Abu Mush’ab (Ahmad Bin Abi Bakr Az Zuhriy) -
Malik Bin Anas - Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy
Al-Baqir) -’Umar Bin Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf - Nabi SAW.
5. Imam Al-Qosim Bin Salaam - Yahya Bin Sa’id Bin Aban - Ja’far
Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) -’Umar Bin
Khatthab - Abdurrahman Bin Auf - Nabi SAW.
6. Imam Asy-Syafi’iy - Malik Bin Anas - Ja’far Bin Muhammad Bin
Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) -’Umar Bin Khatthab -
Abdurrahmah Bin Auf - Nabi SAW.
7. Imam Ibnu Abi Syaibah - Waki’ Bin Al-Jarrah - Sufyan Ats-Tsauriy
dan Malik Bin Anas - Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin
Aliy Al-Baqir) -’Umar Bin Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf - Nabi SAW.
8. Imam Abdur Razaq Ash Shan’aniy - Ibnu Juraij (Abdul Malik Bin
Abdul Aziz Bin Juraij Al-Qurosiy) - Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya
(Muhammad Bin Aliy Al-Baqir) -’Umar Bin Khatthab - Abdurrahmah Bin Auf -
Nabi SAW.
Sanad hadits No. 2 yaitu: Ahmad Bin Al-Husain Bin Mabahram
Al-Iidzajiy - Muhammad Bin Marzuq1) (Muhammad Bin Muhammad Bin Marzuq
Al-Bahiliy Al-Bashariy) - ‘Umar Bin Ibrahim Ar-Raqqiy - Zakariya Bin Thalhah
Bin Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy - Ayahnya (Thalhah Bin Muslim Bin
Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy) - Kakeknya (Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy) -
Nabi SAW.
C. Kritik Sanad
Dari sanad-sanad hadits pertama di atas semuanya melalui jalur tiga
perawi yakni: Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy
Al-Baqir) -’Umar Bin Khatthab, kecuali hadits yang di riwayatkan oleh Imam
Al-Bazzar yaitu dengan jalur:
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
عَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
Ja’far Bin Muhammad Bin Aliy - Bapaknya (Muhammad Bin Aliy
Al-Baqir) - Kakeknya (Aliy Bin Al-Husein Bin Aliy Bin Abi Tholib) - ‘Umar Bin
Khatthab
Pada jalur pertama antara ayahnya ja’far yaitu muhammad bin Aliy
dan ‘Umar Bin Khatthab tidak bertemu sebab Umar bin Khatthab meninggAl-tahun 23
H (At Tahzib) sedangkan Muhammad Bin Aliy Al-Baqir lahir tahun 56 H (Tahzibul
Kamal) yaitu 33 tahun setelah terbunuhnya Umar.
Pada hadits Kedua terdapat banyak masalah dalam sanadnya
sebab hampir semua perawinya bermasalah. Ahmad bin Al-Husain bin Mabahram
Al-Iizdajiy tidak ditemukan status jarah dan ta’dilnya, yang meriwayatkan
darinya hanya Sulaiman Bin Ahmad Bin Ayyub Ath Thabrani (Imam At Thabraniy)
ketika di desa Iidzaja dan ia hanya meriwayatkan hadits dari satu guru yakni
Muhammad Bin Muhammad Bin Marzuq Al-Bahiliy. Artinya Al-Iidzajiy adalah perawi
yang majhul tidak di ketahui kredibilitas dirinya terhadap periwayatan
hadits.(Al-Anshaab li Imam As Sam’aaniy 1: 237)
Perawi yang bernama Muhammad Bin Muhammad Bin Marzuq Al-Bahiliy
ia di komentari oleh beberapa ulama; Imam Adz Dzahabiy berkata: Ia bersendirian
dalam periwayatan hadits munkar dan ia shaduq (Al-Mugniy Fiid Du’afa’ 2:629 No.
5950) Ibnu Hibban dalam kitab Ats Tsiqot menyebutnya: terkadang ia keliru, Imam
Abu Bakr Al-Khathib Al-Baghdadiy menyatakan ia terpercaya (Tarikh Baghdag No.
1245), sedang Ibnu Hajar mengomentari: ia Shaduq namun ada kekeliruan (Taqribut
Tahzib No. 6271). Tentang perawi bernama ‘Umar Bin Ibrahim Ar-Raqqiy ini
juga majhul telah kami cari di berbagai literatur rijalul hadits namun
tidak menemukan keterangan dengan nama tersebut.
Perawi selanjutnya yang juga bermasalah yakni Zakariya Bin
Thalhah Bin Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy dan Ayahnya yang bernama Thalhah
Bin Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy juga Majhul, Imam Ibnu Hajar menyebutkan
dalam kitab Lisanul Mizan No. 4010 bahwa Imam Shalahuddin Al-‘Ala’iy
mengomentari di kitabnya Al-Wasyyul Mua’llim bahwa: Thalhah tidak
dikenal dan aku mengira/ bersangka riwayatnya dari kakeknya itu mursal, adapun
tentang Zakariya aku tidak mengetahui siapa dia.
Adapun kakek dari
Zakariya yang bernama Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy masih di
persilisihkan oleh Ulama’ tentang statusnya sebagai shahabat nabi sebab khabar
tersebut berasAl-dari hadits yang kita bahas sekarang ini.(lihat Al-Ishabah Fii
Tamyiizish Shahabah Li Ibni Hajr Juz 6 HAl-111 No. 7983 dan Ma’rifatus Shahabah
Li Abi Nu’aim Al-Asbhaniy Juz 5 Hal. 2488 No. 6049), jadi bisa di ambil
kesimpulan bahwa Muslim Bin Al-‘Ala’ Al-Hadhramiy itu Majhul dan bukanlah
shahabat karena dasar penentuan statusnya LEMAH.
D. Perawi-perawi Lemah
1. Ahmad Bin Al-Husain Bin Mabahram Al-Iidzajiy (Majhul)
2. Muhammad Bin Marzuq (Shaduq Butuh Mutaba’ah)
3. ‘Umar Bin Ibrahim Ar raqqiy (Majhul)
4. Zakariya Bin Thalhah Bin Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy (Majhul)
5. Thalhah Bin Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy (majhul)
6. Muslim Bin Al-Ala’ Bin Al-Hadhramiy (Majhul/ Di perselisihkan
statunya sebagai Shahabat)
E. Hukum Hadits
1. Dengan melihat keseluruhan sanad hadits pertama di atas maka
dapat di pastikan bahwa sanad-sanad tersebut terputus atau Munqhathi’, karena
tidak bertemunya antara Umar (shahabiy) dan kedua tabi’i tersebut yakni
Al-Baqir dan Aliy Bin Husein. Dan Hadits Munqhati’ termasuk dalam kategori
Hadits Dha’if.
2. Hadits No. dua pun dha’if dikarenakan hampir seluruh perawinya
Majhul kecuali Muhammad Bin Marzuq.
KESIMPULAN
·
Dikarenakan
lemah maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah sebagai pembolehan
menikahi wanita musyrik dan mengkonsumsi sembelihan mereka.
·
Menikahi wanita
musyrik tetap haram berdasarkan Qur’an surah Al-baqarah: 221 dan sembelihan
orang musyrik juga haram di konsumsi berdasar Qur’an surah Al-An’am : 121 dan
surah Al-Baqarah: 173. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar: