Baca : Kodrat Jiwa (1)
Misteri Jiwa
Telah
disebutkan dalam al-Qur’an bahwa kita hanya mengetahui sedikit tentang misteri
sebuah jiwa. Allah swt. telah menyatakan bahwa banyak hal yang tidak kita
ketahui terkait hal-hal ilahiyah. Ia berfirman : Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." (Al-Isra’ : 85)
Ayat
ini mengindikasikan terkait kemampuan umat manusia untuk memahami sifat sejati
dari jiwa itu terbatas. Kita tidak akan pernah mampu untuk mengungkap rahasia
dari jiwa, kehidupan dan kematian, dan apa-apa yang melebihi itu. Ilmu
pengetahuan tidak akan pernah mampu untuk menyelesaikan pembahasan ini karena
adanya dunia yang tak terlihat itu berada diluar jangkauan metodologi dan penelitihan
ilmu pengetahuan.
Ruh itu berasal dari Allah swt. dan dihembuskan kedalam tubuh manusia.
Allah swt. berfirman:
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
(al-Hijr : 29)
Dalam ayat lain :
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (As-Sajdah : 9)
Penting
untuk diperjelas bahwa Ruh merupakan sebuah elemen kehidupan dan jiwa
yang mana Allah telah membentuk tubuh itu terlebih dahulu, ia bukan merupakan
bagian dari jiwa tuhan itu sendiri atau merupakan bagian kecil didalamnya. Ia
merupakan partikel inti yang tidak seperti fisik jasmani. dibentuk dari sebuah
zat yang tidak memiliki tandingannya dalam alam jasmani. Kita mengetahui bahwa
seseorang itu adakalanya naik, turun, mendengar, melihat, berbicara, namun
tindakan-tindakan ini berbeda dari karakter yang telah disebutkan sebagaimana
yang kita pahami.
Jiwa
itu tersebar ke seluruh anggota tubuh. Ia membimbing anggota badan untuk
merasa, bergerak, dan berkeinginan. Ketika jiwa itu terangkat, maka itulah
akhir dari kehidupan manusia tersebut. Ibnu Taimiyah menulis :
“Ruh itu tidak
menetap pada tiap partikel dari anggota tubuh, namun ia mengalir ke seluruh
anggota tubuh yang mana itu merupakan sebuah karakteristik pada seluruh anggota
tubuh. Jika kehidupan itu bergantung pada Ruh, maka ketika Ruh itu
berada dalam tubuh menandakan ia manusia tersebut hidup, dan ketika terangkat,
maka berkahirlah sebuah kehidupan.” (al-Ashqar, U.S. 2002, The Minor
Resurrection (What happens after death) in the light of the Qur’an and Sunnah)
Kata
Insan digunakan untuk merujuk kepada manusia seutuhnya, baik itu jiwa
dan anggota tubuh tersebut. Salah satu surah dalam al-Qur’an bernama “al-Insan”
yang ia dimulai dengan :
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang
dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (al-Insan : 1)
Ibnu
Taimiyah menyatakan :
“Insan merupakan
sebuah ekspresi yang merujuk kepada anggota tubuh dan jiwa itu secara
bersamaan, karena itu, ia lebih menekankan kepada jiwa dibandingkan dengan
anggota tubuh. Anggota tubuh hanyalah kendaraan bagi jiwa tersebut.” (syarah
ath-thahawiyah hal 442)
Kebaikan
dan Keburukan
Kita
memahami dari wahyu ilahi bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk berbuat
baik maupun buruk. Jiwa itu pada asalnya tidak mewarisi keburukan, namun ia
memiliki potensi untuk bebuat itu, sama besar potensinya dengan kebaikan.
Kebaikan, pada faktanya lebih memungkinkan untuk didapati dikarenakan kehadiran
fitrah yang terdapat dalam jiwa tersebut. Keburukan itu harus dapat dicegah dan
dibebaskan pengaruh-pengaruhnya melalui proses purifikasi melalui penjabaran
dibawah ini.
Sebuah
kebaikan yang terdapat dalam diri seorang manusia merupakan sebuah bukti yang
kuat bahkan kepada non-muslim sekalipun - yang tersesat dari petunjuk Allah
swt. dan jalan yang lurus - yang dilanjutkan dengan menjalankan beberapa elemen
kebaikan dalam kehidupan mereka. Jika bukan karena ini, maka dunia akan lebih
kacau dan rusak dibanding sekarang ini (yang berat untuk kita imajinasikan).
Secara
umum, manusia memiliki petunjuk moral, kode etik, dan hukum yang menunjukkan
akan persetujuan maupun ketidaksetujuan sebuah perilaku, dan melalui petunjuk
ini banyak yang ingin merusaknya/melanggarnya, agama memiliki peran yang besar
dalam hal ini. Non-muslim memiliki penghargaan atas kematian seseorang namun
tidak memiliki penghargaan atas kehidupan setelahnya. Mereka tidak mempercayai
akan hari akhir, sama halnya ketika mereka menolak untuk beriman kepada Allah
swt dan beribadah kepada-Nya.
Baca : Kodrat Jiwa (3)
Oleh : Dr. Aisha Utz (Psychology from the Islamic Perspective)
Diterjemahkan oleh : Adnin Zahir
Tidak ada komentar: