Oleh : Dr. Mahmoed ben As Syaref
Islam
dengan al-Quran dan sunnahnya merupakan agama yang diridhoi Allah bagi semua
hamba-Nya. Islam dengan segala keistimewaannya sebagai agama terakhir, yang
dibawa oleh utusan paling akhir, dengan syariatnya yang telah sempurna,
merupakan agama universal yang kekal abadi. Agama kemanusiaan yang paling
tinggi. Firman Allah :
Rasulullah bersabda: “Islam itu (agama yang) tinggi, tidak ada yang melebihi tingginya”. (al-Hadits)
Karenanya, maka Islam harus tersebar ke seluruh
penjuru dunia, menerangi tempat-tempat yang gelap, menampakan kebudayaannya
yang masih remang-remang, dengan menancapkan bendera kepribadiannya yang
sempurna, dan mengibarkan panji-panji peradabannya yang benderang, agar manusia
dapat bernaung di bawahnya. Dalam hal ini, tentu saja kewajiban dakwah
islamiyah itu terletak di atas punggung setiap muslim sebagai amanah yang cukup
berat. Dakwah yang tidak terbatas hanya di kalangan bangsa dalam satu negara,
dan tidak cukup hanya untuk satu golongan dan kelompok masyarakat tertentu,
tetapi harus merupakan satu gerakan menyeluruh. Setiap pribadi muslim mendapat
bagiannya, yang harus dilaksanakan menurut kemampuan dalam bidang dan profesi
masing-masing. Masyarakat Islam atau lembaga-lembaga pemerintahan,
gerakan-gerakan keagamaan terutama, semuanya menerima bagiannya, ikut serta
aktif di dalam satu kesatuan dengan satu bahasa dan etika dengan bahasa Dakwah
Islamiyah atau etika ahsanul qaul (perkataan yang paling baik).
Firman Allah:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(an-Nahl : 125)
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri?" (al-Fushilat : 33)
Firman Allah yang kami sebutkan di atas
memberikan petunjuk tentang metode yang harus diterapkan oleh setiap pelaksana
dakwah sebagai senjata yang dapat membantu kelancaran pelaksanaannya. Senjata
itu adalah hikmah dan petunjuk serta bertukar pikiran secara baik-baik,
ilmiah dan memakai logika, mengajukan argumentasi-argumentasi yang menjauhkan
segala bentuk komplikasi yang membabi buta, agar dakwah dengan cara demikian
dapat tertancap ke dalam dada dan tertanam di dalam jiwa, akarnya tidak mudah
dicabut serta dapat menghimpun manusia di lingkungan pembawaannya yang berlaku,
yaitu akal, perasaan, dan kehendaknya ditambah dengan hikmah. Dengan senjata
ini, para Dai akan memperoleh sukses besar dalam tugasnya berdampingan dengan
kemampuan fitrah dan watak kemanusiaan yang dinyalakan oleh iman dan kebenaran,
serta memenuhi jiwa dengan penuh rasa aman dan tentram.
Dengan metode ini, para Dai akan dapat membentuk
suatu masyarakat teladan, gotong royong dan kasih sayang yang merata di
dalamnya.
Hikmah artinya sesuainya isi dengan cara, yakni meletakkan sesuatu pada proporsinya.
2. Nasehat yang baik
Ia tidak berbentuk perintah atau mencari
popularitas dan khayalan tetapi bimbingan, petunjuk dan anjuran. Sedangkan yang
paling membekas ialah yang mampu menterjemahkan bahasa dunia kini sesuai dengan
situasi dan kondisi. Nasehat yang baik itu yang dapat menghindarkan kata-kata
tajam berbisa, dan menjauhkan sikap kekerasan yang menyakitkan hati
kepanjangan. Ia tidak boleh keluar dari kenyataan hidup, mampu menyelidiki
penyakit-penyakit individu dan patho sosial dengan menyandarkan resepnya atau
pengobatan dan pencegahannya, dalam bentuk paedagogis, ethis dan teologis.
Perdebatan, diskusi, simposium dan lain-lainnya, harus dilangsungkan di daerah kebenaran, lepas dari rasa fanatik dan keangkuhan, tiada menimbulkan kegaduhan dan jangan menyulitkan pikiran.
Syarat:
Masih dengan Firman Allah di atas, setelah kita mengerti
tentang apa yang dinamakan metode dari pelaksanaan dakwah, maka kini dihadapkan
kepada adanya beberapa persyaratan, yang harus menjadi perhatian kita sebagai
Dai, yaitu:
Pelaksanaan dakwah harus ikhlas, lepas dari
sifat ambisius, motif-motif pribadi dan politis. Apalagi nafsu serakah terhadap
penukaran materi, baik yang jangka panjang maupun jangka pendek.
Pelaksana dakwah harus menjadi kaca dan suri tauladan yang baik dalam gambar hidup kepribadian muslim, penuh dengan sinar kemuliaan.
3. Tetap pendirian
Para Dai harus tetap tabah dan penuh ketekunan
dalam menjalankan tugasnya, guna mempertahankan ideologi keyakinan agamanya,
tidak mudah digoncangkan angin yang kencang, atau dibawa arus gelombang yang
dahsyat yang senantiasa datang mengganggu kita silih berganti.
Dengan ketiga syarat yang telah mengalir
mengikuti aliran darah, sebagai arus listrik di dalam dada dalam waktu yang
tidak begitu lama, maka para Dai akan melihat orang-orang akan masuk ke dalam
Islam, berbondong-bondong dengan pertolongan allah. (Metode, Tantangan dan Sikap Dakwah - 2)
Tidak ada komentar: