Diriwayatkan,
pada suatu hari keluarlah Nabi Muhammad pergi berjalan-jalan. Dalam perjalanan
itu, Nabi mendapati dua majelis yang berbeda keadaannya. Pada majelis pertama,
banyak orang-orang yang sama berdoa kepada Allah. Sedangkan pada majelis kedua,
disitu berkumpullah para pelajar yang tekun mendengarkan pengajaran dari
gurunya. Setelah Nabi mengetahui keadaan dua majelis itu, beliau berkata kepada
para sahabatnya: “Pada majelis pertama, mereka meminta kepada Allah. Jika Allah
menghendakinya, tentulah dikabulkan permintaannya itu. Sebaliknya, jika Allah
menghendaki pula, maka niscaya doanya tidak diperkenankan-Nya. Adapun pada
majelis kedua dimana para guru mengajarkan ilmu pada manusia, keadaannya serupa
aku. Dan sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menjadi pengajar”. Selesai
mengucapkan perkataannya itu, maka segera Nabi memasuki majelis yang kedua,
sambil duduk di tengah-tengah orang banyak.
Riwayat ini menegaskan bahwa sesungguhnya nilai
ilmu itu sangat berharga. Bahkan nilainya jauh lebih berharga daripada doa.
Memang, dalam islam, ilmu pengetahuan mendapatkan tempat yang layak. Karena
menurut sabda di atas, diutusnya Nabi Muhammad pada manusia adalah untuk
mengajarkan ilmu!
Dalam al-Qur’an maupun al-Hadits kita menjumpai
banyak sekali pernyataan tentang ini. Kita dapat menjumpainya antara lain sbb
:
2. “...Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui...”. (an-Nisa’ : 113)
3. "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" (az-Zumar : 9)
4. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya, ialah ulama”. (Fathir : 28)
5. “Ilmu adalah kehidupan Islam, dan tiangnya adalah Iman”. (Riwayat Ibnu Abbas)
6. “Barangsiapa yang berjalan mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga”. (HR. Muslim)
Kemudian kalau kita tilik sejarah kegemilangan
islam pada zaman tengahan, maka akan tampak sekali bawa umat islam pada umumnya
berpegang pada prinsip-prinsip yang diajarkan al-Qur'an dan al-Hadits tentang
ilmu diatas. Sehingga kita dapat melihat kegemilangan islam mencapai puncaknya
di saat orang-orang eropa menggapai-gapai pegangan di malam gelap gulita.
Universitas-universitas di Spanyol yang didirikan umat islam saat itu demikian
populernya dalam mencetak ilmuan-ilmuan yang berkaliber tinggi! Tak ubahnya
seperti populernya universitas oxford, cambridge, leiden pada dewasa ini.
Demikian pula pada saat itu ahli-ahli pikir
Islam muncul seperti bintang-bintang gemerlapan di malam gelap. Nama-nama
filosof seperti: Alfarabi, al-Kindi, Ibnu Sina, al Ghazali, ibnu Rusyd, bukan
saja dikenal oleh umat Islam melainkan juga dikenal oleh dunia. Bahkan
nama-nama mereka dikagumi oleh manusia di seantero jagad! Tetapi sayang,
generasi penerusnya sudah demikian lalainya dalam mengejar ilmu pengetahuan
yang begitu tegas dianjurkan islam. Minat mereka telah beralih secara ekstrim.
Kalau tidak terhadap kebendaan, ya juga terhadap kerohanian. Tetapi selalu
dengan cara ekstrem. Akibatnya, dunia islam jatuh tergelincir dalam jurang
kehancuran akibat kebodohannya sendiri. Saat itulah orang-orang eropa bangkit
dari tidurnya. Mereka telah dapat tegak kembali setelah lumpuh dalam abad
pertengahan.
Kini giliran orang-orang islam yang dijadikan
bulan-bulanan. Mereka diperebutkan untuk dijajah oleh bangsa-bangsa barat.
Sehingga hampir semua negara negara di mana mayoritas penduduknya beragama islam
dibelenggu oleh penjajah, terutama sesudah kebangkitan orang-orang barat, (renaissance).
Baru pada abad ke-20, kita merasakan bangkitnya umat kslam kembali yang diawali
dengan kemerdekaan pada negara masing-masing. Kebangkitan ini antara lain berkat
perjuangan gigih reformer-reformer Islam terkenal seperti Jamaludin al-
afghani, Muhammad Abduh, Rosyid Ridho, Amir Syakib Arsalan dll.
Adapun inti dari perjuangan beliau adalah
“memurnikan ajaran islam sesuai dengan al-qur'an dan al-hadits”. Seperti
diketahui, sebelum kebangkitan mereka, atau pada masa kegelapan islam,
al-Qur'an dan al-Hadits selalu disalahtafsirkan. Keduanya bukan dijadikan
sebagai pedoman tetapi sebagai hafalan saja. Terutama sekali ajaran tentang
ilmu dan amal sangat jauh daripada perhatiannya. Kalaupun diperhatikan maka ia
disalahtafsirkan berkat kebodohannya. Dalam hal ilmu, mereka berpegang pada “taqlidisme”,
sambil berdalih bahwa pintu ijtihad telah tertutup! Empat Imam cukuplah buat
segala zaman! Tak perlu berpendapat sendiri. Apalagi mencoba untuk menyalahkan
Imam! Bisa mati konyol oleh teman sendiri. Sementara itu, dalam bidang amal pun
mereka lalaikan. Mereka lupakan tentang ajaran Islam yang menyuruh untuk
berusaha dengan ajaran fatalisme (serba takdir). Dengan mudahnya mereka
berkata, bawa nasibnya yang buruk itu (hidup sengsara dalam penjajahan) adalah
merupakan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah kepada mereka. Dan takdir
itupun tidak dapat diubah. Bahkan tak boleh sama sekali untuk diusahakan untuk
diubah, sebab jika demikian, berarti mengubah takdir atau ketentuan Allah.
Sekarang, masa yang demikian itu telah berakhir.
Masa baru (masa kebangkitan Islam) telah memancarkan sinarnya di ufuk timur.
Yang penting, marilah kita lanjutkan modal yang telah ada sekarang, dengan
jalan berusaha untuk mengembangkan sebaik-baiknya. Itulah tugas kita. Dan
janganlah sampai terjadi seperti kata ungkapan “mati sebelum berkembang!”
Tidak ada komentar: