Oleh : Jamaluddin Kafie
Penjara
atau bui sudah lama dikenal dan dibenci. Ia merupakan hukuman yang mengikat
segala arti kebebasan, mengekang semua ketentraman jiwa, pikiran, dan hidup
kepribadian. Ia merupakan atribut kekuasaan. Dulu merupakan tempat penganiayaan
dan penyiksaan. Narapidan yang masuk ke dalamnya menghadapi maut dan tidak
diketahui kapan waktu bebasnya. Apa yang dihadapinya setiap hari, tidak lain
kecuali cambuk dengan badan terbuka.
Mungkin
ada orang yang merasa senang dan gembira bila musuhnya dapat dijebloskan dalam
penjara, disamping mungkin di kalangan anggota keluarganya ada yang susah dan
menangis sedih karenanya.
Sekarang,
sesuai dengan alam pembangunan pikiran dan kemajuan peradaban, sedikit demi
sedikit penjara sudah dapat dimodernisir, berubah bentuk dan wajahnya.
Aturannya meningkat, pelaksanaanya dan fasilitas-fasilitasnya makin
disempurnakan juga.
Walau
begitu, penjara belum dapat dikatakan sebagai tempat yang cukup memberi
kegembiraan atau kepuasan, belum pernah kami mendengar ada narapidana yang
berkata: “Aku kerasan disini”.
Makin
jauh kita menoleh masa lampau, makin sedih kita mendengar penderitaan orang
dalam penjara.
Di Zaman Mesir
Purba
Menurut al-Qur’an, penjara di Mesir digunakan
sebagai alat pidana atas siapa saja yang berani menentang kekuasaan Fir’aun
(King cannot be wrong), sebagaimana telah digambarkan Allah dalam firman-Nya :
1.
Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang
dipenjarakan." (As-Syu’ara
: 29).
Kemudian dalam sejarah
nabi Yusuf as, Dia berfirman :
2.
"Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat
serong dengan isterimu, selain penjara?” (Yusuf :25).
3.
“Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan
kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan
orang-orang yang hina." (Yusuf : 2)
4.
“Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang
pemuda” (Yusuf
: 36)
5.
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai
daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari
padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan
mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (Yusuf : 33)
6.
Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda
(kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya (Yusuf) dalm saat yang
ditentukan. (Yusuf
: 35)
Pada zaman itu,
napi masih diperbolehkan berkumpul bersama dalam satu tempat, mengadakan semacam
pembicaraan dalam waktu yang terbatas. Tetapi kesimpulan dari ayat al-Qur’an
ini dapatlah dikatakan bahwa ia tidak memilih penjara sebagai alat hukuman.
Kemudian lihat pula Al Kitab (Injil ) : Yahya 2:10, Lucas 22;35, Matius 25:35,
5:25.
Di Zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada zaman
beliau belum pernah ada istilah penjara, sampai masa Abu Bakar. Kalaupn ada orang
yang ditahan, (ia ditahan) di masjid atau di rumah sahabat – yang disebut
tawanan perang sementara – mereka hanya dilarang untuk mengadakan semacam
kegiatan, tetapi tetap diberi kebebasan.
Benar-benar
pada waktu itu, Nabi telah mengatur hidup kemanusiaan, kejiwaan, dan ekonomi
sosial belandaskan al-Qur’an sebagai awal permulaan negara tanpa penjara.
Di Zaman Umar Bin Khattab
Pada zaman ini
penjara memang diresmikan untuk pertama kalinya, dengan ketentuan undang-undang
bahwa pembiyaan dan anggaran belanjanya diambil dari kas negara (baitul mal).
Pelaksanaanya masih tetap memberi kebebasan dan memperlakukan napi secara baik-baik.
Di Zaman Bani Umayyah
Mu’awiyah
adalah orang pertama yang banyak menaruh perhatian terhadap masalah penjara
ini. Umar bin Abdul Aziz termasuk orang yang peling menyantuni napi disamping
dia telah mampu menegakkan negara secara adil makmur. Pernah ia berkata kepada
pembantu-pembantunya : “Jangan ada diantara kalian yang bersifat keras dan
mengikat mereka, kecuali mereka yang menumpahkan diri mereka sendiri. Berilah
mereka perbelanjaan yang cukup, guna perbaikan nasib mereka, dari kementrian keuangan
(public treasury).”
Di Zaman Abbasiyah
Harun Al Rasyid
mengambil cara hukuman dengan menyerahkan kepada pembantu-pembantunya sebaga
tahanan rumah saja, dengan perlakuan yang baik dalam kehidupan dan
pergaulannya, sebab dia masih beranggapan bahwa napi-napi itu masih dapat
menjadi orang-orang yang baik kembali. Untuk tahanan politik, dibangunlah
sebuah gedung khusus. Al Rasyid minta kepada menteri kehakiman Abi Yusuf Ya’qub
bin Ibrahim (teman Abu Hanifah) untuk membuat suatu peraturan tentang lembaga
pemasyarakatan di bawah pengawasan suatu undang-undang negara dan peraturan
khusus.
Dari sini,
sepuluh abad lamanya, usaha Al Rasyid kemudian menjadi cara yang dicontoh oleh
Eropa dalam sistem penjaranya.
Di Zaman Tengah
Di zaman ini
benar-benar penjara menjadi sarang penyiksaan bagi tokoh-tokoh revolusi
berpikir yang dianggap bertentangan dengan gereja. Penjara sering menjadi
tempat akhir hidup mereka.
Tidak ada komentar: