Oleh : Jamaluddin Kafie
Peraturan di Dalam Penjara
Di Amerika Serikat ada sebuah penjara yang mempunya peraturan unik.
Para napi tidak diperbolehkan sama sekali untuk bergaul atau bercakap-cakap
dengan lainnya, hingga pernah diantara mereka ada yang jadi gila karenanya.
Kemudian diaturlah undang-undang yang tidak atau sedikit mengurangi resiko
spirituil maupun materil. Disana ada sebuah sistem yang disebut seistem
Irlandia, dimana napi diperbolehkan berkumpul dan bergaul satu sama lainnya di
siang hari saja, tetapi mereka harus tutup mulut.
Dewasa ini, hampir setiap penjara di negara-negara di dunia
berbentuk sebagai lembaga pemasyarakatan, setelah – secara lambat laun
disempurnakan – kecuali dalam bentuk-bentuk yang memungkinkan datangnya bahaya.
Maka dipisahkanlah antara laki-laki dengan perempuan, anak-anak dengan pemuda,
yang lama dengan yang baru, tahanan kriminal dengan tahanan politik.
Kita seharusnya merasa bangga dan
berbesar hati, melihat keadaan penjara dewasa ini, dimana kebersihan,
kesehatan, rekreasi, bacaan, senibudaya, olahraga dan ibadah keagamaan dapat
dilaksanakan didalamnya.
Gerakan Perbaikan
John Howard (Inggris, 1577) adalah orang
pertama yang memikirkan bagaimana memperbaiki sistem penjara supaya benar-benar
menjadi taman pendidikan. Kemudian pada tahun 1935 di Amerika terbentuklah
Badan Khusus dari Departemen Ekonomi dan Sosial, dengan memberi kesempatan
kepada para napi untuk melaksanakan kegiatan dan melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar penjara, karena ia merupakan sistem penjara terbuka. Napi boleh
keluar masuk asal mereka tidak melarikan diri. Pada tahun 1952 Mesir pun
mencoba untuk mempratekkan sistem penjara terbuka ini.
Di Negeri Arab
Sudah sejak lama di negeri Arab
memasyarakatkan napi, dengan memperkejakan mereka di luar sekedar dapat mencari
keuntungan guna meringankan beban hidup mereka sendiri. Dalam hal kesehatan,
pemerintah telah menyediakan dokter keliling atau poliklinik jalan ke setiap
penjara dengan membawa peralatan lengkap. Dan setiap hari raya datang, mereka
mendapatkan jaminan semacam hadiah lebaran. Bahkan setiap pergantian musim
mereka menerima satu stel pakaian, sarung dan celana. Dan yang sangat menonjol,
perhatian pemerintah negara arab adalah perhatiannya terhadap pelaksanaan
ibadah dan peningkatan nilai-nilai rohaniyah sebagai pernyataan taubat mereka
agar mereka nantinya dapat kembali ke jalan yang benar, menghinari segala
perbuatan terkutuk dan dosa.
Walau bagaimanapun bentuknya,
penjara masih merupakan tempat yang kurang menyenangkan juga. Bagaimanapun
bagusnya peraturan kesejahteraan di penjara, tidak seorangpun yang berpikiran
sehat yang mau menyamakan penjara dengan pondok pesantren.
Sistem Penjara Kurang Banyak Berfaedah
Kalau tujuannya untuk memperbaiki
orang-orang yang berdosa atau mengurangi kejahatan, maka sistem penjara kurang
banyak mendatangkan faedah. Dimkian menurut Hocker. Apalagi sistem yang berlaku
sekarang. Ternyata orang-orang yang digolongkan resedivist dimana-mana
menunjukkan angka naik. Umpamanya di Irlandia tahun 1922-1933 dari 59% menjadi
63%. Di Amerika Serikat dari 46% ke 54%, di Swedia dari 28% ke 30%.
John Mannering menasehatkan bahwa
pada tahun 1957 pemerintah federal, recedivist menunjukkan angka naik yang
tinggi. Dari 50% menjadi 70%. Di Mesir tahun 1961 dari 50% sampai 71% dan pada
tahun 1962 sampai 72%.
Ini sekedar gambaran yang dapat
menggugah kita serta menarik bahwa hikmah ajaran Islam pada prinsipnya tidak
menghendaki tertib hukum yang mencabut arti kebebasan dan bentuk hukuman yang
mengekang ketentraman jiwa itu. Lebih-lebih yang ditunggangi motif-motif
politik tertentu, atau di belakang hukum itu, berdiri tangan-tangan besi dari
diktator yang berkuasa.
Problem
Percuma kita, bahkan sia-sia bila
kita selalu bicara harus menjunjung tinggi agam dan mengagungkan Tuhan YME
tetapi kita tidak memperdulikan hukum-Nya dan syariat agama. Hukum agama tidak
akan bertahan dan tidak akan terlaksana seta tidak akan tercapai cita-citanya
bila kita sendiri tidak berusaha untuk mematuhi ajaran-ajarannya, norma-norma
moral agama itu sendiri. Tetapi, yang prinsip dan patut sekali menjadi renungan
dalam hal ini adalah :
·
Mestikah
suatu negara memiliki atribut seperti penjara itu?
·
Apakah
absolut tidak mungkin dapat meniadakannya?
· Hukuman
apakah yang dikenal dalam al-Qur’an sebagai sanksi terhadap pelanggar-pelanggar hukumnya?
·
Dapatkan
sistem penjara dibenarkan dalam Islam?
Pendapat dan
Pandangan
1.
Pertama,
orang tentu berpendapat :
Mana mungkin
penjara akan dihapuskan selama kejahatan masih ada di muka bumi ini dan
syaitan-syaitan masih bergentayangan di udara. Justru penjara sangat dibutuhkan
negara untuk menghukum dan memberi ganjaran pelanggar-pelanggar hukumnya.
Diantara pelanggar-pelanggar itu terdapat orang yang karena kejahatannya, harus
menerima hukuman penjara. Adalah suatu utopia memikirkan dunia tanpa kejahatan
dan dosa, walaupun Yesus Kristus sudah naik ke tiang salib dan Muhammad telah
diutus ke dunia untuk menyempurnakan risalah-Nya, toh tanda-tanda nyata bahwa
kejahatan dan dosa itu tampak dan semakin bertambah juga.
2. Kedua,
orang tentu berpendirian lain lagi. Negara tanpa penjara, bukan suatu khayalan
belaka, bahkan merupakan suatu ide yang sangat mulia, tinggi falsafahnya dan
sangat besar keuntungannya bagi bangsa dan negara. Terutama bagi suatu negara
yang sedang berkembang dan bangsa yang sedang giat membangun, penjara harus
dihapuskan sebab bisa menghemat anggaran belanja serta memanfaatkannya untuk
bidang-bidang yang lebih produktif. Disamping itu, suatu negara yang memiliki
falsafah hidup UUD 45 dan Pancasila, umpamanya – berapa personil yang dapat
disederhanakan dan kemudian disalurkan ke dalam bidang yang lebih efektif dan
positif, sehingga Ketuhanan YME dapat dilaksanakan dan diamalkan untuk
membendung timbulnya dosa, menjinakkan para koruptor, penindasan dan perlakuan
sewenang-wenang, menjadi individu-individu yang berkepribadian.
Dua pendapat dan pandangan yang sama kuat argumentasinya, serta
cukup beralasan juga, meminta jawaban yang logis – teori maupun praktek – pula.
Memang suatu hukum dan bentuk undang-undang dalam suatu negara tidak terikat
kepada logika dan kuatnya pandangan orang-orang populer, tetapi ia ditimbulkan
oleh pilihan dalam masyarakat negara itu sendiri, tentang cara dan sistem yang
paling baik dalam menghadapi kejahatan dan sebanyak mungkin dapat membasminya.
Atau dengan kalimat lain, menurut pilihannya sendiri, yang pilihan itu
merupakan hasil pandangan hidupnya, adatnya, falsafahnya, kepercayaan dan
agamanya. Yang terakhir ini perlu kami tonjolkan karena bersifat mutlak dan
universil berlaku dan cocok untuk segala situasi dan kondisi.
Tidak ada komentar: