Jika sebagai
kemajuan dari suatu proses pergolakan pemikiran Islam, hendaknya proses itu diarahkan.
Pengarahan tidak berarti mengikat, agar tidak terjadi kebekuan dan kemandekan.
Pengarahan itu hendaknya tidak semata-mata tertuju pada suatu arah, tetapi
lebih dari itu hendaknya pengarahan itu memberikan rangsangan untuk bergerak
dinamis, bukan mempersempit ruang gerak yang pada akhirnya membutuhkan gerak
dinamisasi. Kecemburuan terhadap suatu pergolakan pemikiran perlu dihilangkan.
Sebab seringkali pergolakan pemikiran dilakukan seseorang atau kelompok yang
sifatnya subyektif. Setiap pemikiran berarti rasionalisasi. Setiap rasionalisasi
mesti subyektif. Menghindari dari ekses negatif akibat pergolakan yang dinilai
tidak sehat misalnya, perlu membedakan antara pemikiran sebagai suatu
kesubyektifan dan Islam sebagai suatu keobyektifan. Dengan demikian maka bila
terjadi kesalahan dalam pergolakan dengan mudah kita dapat mengelak dari
keterlibatan Islam dalam kesalahan tersebut. Untuk itu selamanya setiap
pergolakan berarti tambahan suatu perbendaharaan pemikiran, demikian seharusnya
kita menilai.
Jika sebagai
akibat pengilmiahan, hal ini berarti suatu noda dan kerancuan berpikir.
Tindakan mencocokkan Islam dengan penemuan ilmiah modern adalah tindakan kurang
bijaksana. Islam bukanlah ajaran tempat mencocokkan penemuan semata. Yang lebih
penting, Islam adalah perangsang kreasi, motivator untuk berbuat. Kalau Islam
dijadikan sebagai tempat mencocokkan suatu penemuan ilmiah baru, maka apa yang
pernah terjadi pada saat Darwin menemukan teori evolusi, akan terulang kembali.
Saat itu umat lslam berusaha mencocok-cocokkan teori Darwin dengan ajaran
Islam. Hal ini dalam lintasan sejarah umat Islam terjadi berulang kali.
Misalnya bagaimana filosuf-filosuf Islam dahulu berusaha untuk mencocokkan
pemikiran Yunani dengan lslam, yang jelas bertolak belakang. Secara logis, yang
absolut tidak mungkin dicocokkan dengan yang relatif. Lslam, kita akui sebagai
absolut dan ilmu relatif. Maka jika terjadi sebaliknya, itu adalah kerancuan
berpikir.
Pemikiran-pemikiran
dari telaah reformer abad 19 sekarang mulai diragukan kebenarannya. Pikiran
mereka cenderung dinilai terlalu apologis, tidak akrab dengan kenyataan yang
sebenarnya dari ajaran Islam. Seperti penulis jelaskan dalam illustrasi di
atas. Dari persoalan-persoalan seperti telah dicontohkan di atas, sungguh pun
telah dijawab oleh yang pro, tetapi ini adalah fenomena sejarah pemikiran umat
Islam yang tak mungkin terhapus hanya dengan jawaban. Jawaban pihak kontra yang
cenderung selalu bercorak negatif, mengasumsikan Islam sudah tidak punya
apa-apa lagi. Konsep negara Islam disangsikan, konsep ilmu pengetahuan Islam
ditiadakan, dan pada akhirnya seluruh konsepsi yang pernah dikuakkan oleh
reformer abad 19 akan menjadi tidak ada.
Ini adalah satu
dari sekian penjelmaan keunikan Islam yang semakin membengkak. Kalau pada
permulaan lahirnya Islam, dipandangnya sebagai ajarang yang unik, maka pada
abad dua puluh bukan saja Islam yang dianggap unik, tetapi sampai pada
pemikiran Islam sebagai wujud dari interpretasi ajaran Islam, mulai dianggap
unik, dan tidak dipercayai lagi. Jadi hal ini bukan saja mahjubun bil muslimien
(tertutup oleh kaum Muslimin sendiri) tetapi telah ahiabul muslimun
(betul-betul ditutup dengan kaum muslimin itu sendiri). Ini adalah tantangan
terbesar menurut penulis yang dihadapi Islam abad dua puluh ini. Pernyataan
kalau hidup secara ajaran Islam murni sekarang kita tak mungkin bisa hidup,
telah merata di dalam masyarakat kita. Kalau Islam pada zaman jahiliyah
dianggap unik oleh orang-orang jahiliyah, tapi sekarang Islam telah dianggap
unik oleh pemeluknya sendiri. Maka benarlah apa yang telah disinyalir
Rasulullah “badaa al-Islaamu ghariban, wa saya’uudu ghariban, thuubaa
lilghurubaa, thuubaa lil ghurubaa’, tsumma tuubaa lilghuraba”. (Islam muncul
dengan dianggap unik, dan akan kembali nanti dianggap unik, maka berbahagialah
wahai orang-orang yang unik, berbahagialah orang-orang yang unik, kemudian
berbahagialah wahai orang-orang yang unik). Tetapai masalahnya sekarang
seberapa manusia yang dapat hidup unik itu sekarang. Sungguh pun kata “berbahagialah”
diulang tiga kali oleh Rasulullah, tapi kita masih melihat terlalu minim orang
yang mau hidup unik itu (hidup secara lslam). lnilah hadiah terbesar untuk
kebangkitan abad ini.
Tidak ada komentar: